Selamat Datang dan Terima Kasih Telah Berkunjung di Blog Rekam Jejak Kawula, berisikan muatan kisah dan gagasan dari pribadi saya, Makmun Aryadi
  • Launching Majalah SHIMA Edisi XI, Juni 2012
  • Launching Majalah SHIMA Edisi XI, Juni 2012
  • Launching secara simbolik Majalah SHIMA Edisi XI, Juni 2012 oleh Mayadina Rahma Mushfiroh, S.Hi., MA. (Pembantu Dekan III)dengan Makmun Aryadi(Pimpinan Umum Bursa 2011-2012)
  • Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) adalah kampus tertua di Jepara. Berdiri sejak 1989 M
  • Makmun Aryadi
  • Ngobrol bersama Hubeb Muhajir (PU LPM Paradigma Kudus 2011-2012 dan M. Iqbal Arifin)
  • Berjabat tangan dengan Dedi Merisa, S.Hi, Pimpinan Redaksi LPM Bursa 2006-2007
  • ngobrol dengan Hasyim, S.Pd (Kaur DISNAKERTRANS Jepara)
  • Berjabat tangan dengan M. Ali Burhan (PU LPM Bursa 2006-2008)
  • Launching SHIMA Edisi X, Januari 2012 secara simbolik oleh Drs. KH. A. Bahrowi, TM., M.Ag
  • Di sela-sela kepadatan Lay out, santai dulu
  • Potong Tumpeng sebagai simbol di launchingnya SHIMA Edisi X, Januari 2012
  • Menengadah, yakin bahwa sukses itu pasti datang

Sabtu, 22 September 2012

Keberhasilan Membutuhkan Waktu


KATA BIJAK,

"Keberhasilan Membutuhkan Waktu, dan Sesuatu yang instan tidaklah bertahan lama...."

Rasionalisasinya,

Kesuksesan tidak semudah kita membalikkan telapak tangan, harus melewati jutaan rintangan dan cobaan, maka ketika hal tersebut (kesuksesan- pen) didapat dengan jalan yang instan, maka jangan heran ketika ia juga cepat berlalu....

Oleh Makmun Aryadi
Baca Selengkapnya - Keberhasilan Membutuhkan Waktu

Senin, 17 September 2012

Zakat Dan Pajak, Bagai Dua Sisi Mata Uang

Zakat Dan Pajak, Bagai Dua Sisi Mata Uang
Oleh: Makmun Aryadi [1]

Pajak atau dalam bahasa arabnya addaribah, dengan kata dasar daraba mempunyai arti utang, pajak tanah atau upeti dan sebagainya yang harus dibayar; sesuatu yang menjadi beban [2]. Adalah kewajiban yang harus dibayar oleh wajib pajak kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa adanya imbalan balik atau prestasi dari Negara. Harta hasil pengumpulan pajak -seperti yang telah kita ketahui bersama- digunakan untuk kepentingan umum seperti aspek ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh kesejahteraan suatu Negara. Jadi barang siapa tidak mematuhinya akan dikenakan sanksi hokum sebagaimana mestinya.

Pajak diwajibkan kepada semua orang sesuai dengan ketentuan wajib setor. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk menetapkan atau bahkan menghapuskan kebijakan-kebijakan atas pajak yang semua itu sesuai dengan kebutuhan.

Dalam bahasa Indonesia, pajak diartikan sebagai pungutan wajib dalam bentuk uang yang harus . dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada Negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang dan sebagainya [3]. Dalam hal ini pajak dibagi menjadi dua, yakni pajak langsung dan pajak tidak langsung [4].

Secara substantifnya, pajak dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya pajak modal, pajak perseroan, pajak perponding atau pajak bumi bangunan, pajak pendapatan, pajak penjualan dan pajak transit atau retribusi [5].

Pajak dalam Pemerintahan Islam

Dalam pemerintahan islam, pajak merupakan salah satu sumber penting pendapatan Negara disamping sumber lainnya. Pada masa awal islam, sumber pendapatan Negara adalah zakat, baik itu zakat maal ataupun zakat fitrah. Tetapi dalam hal ini yang dimaksudkan dengan zakat sebagai sumber pendapatan Negara adalah zakat maal. Zakat yang merupakan sumber keuangan Negara yang paling penting yang diwajibkan kepada muslim yang telah memiliki kekayaan dengan jumlah tertentu (nisab) [6].

Disamping zakat, sumber keuangan Negara lainnya adalah Jizyah (pajak perlindungan), Kharaj (pajak hasil bumi), Ghanimah (harta rampasan perang), Rikaz (pajak pertambangan dan harta karun), Bea Cukai dan pungutan-pungutan lainnya.

Pada masa selanjutnya, sumber keuangan pemerintahan islam, selain yang disebutkan diatas, juga diambil dari beberapa sumber, diantaranya pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak kepala dan pajak pemakaian (rumah tangga) [7]. Dengan demikian jelaslah bahwa setiap warga Negara yang muslim dibebani kewajiban zakat dan pajak oleh Negara.

Pandangan Fuqaha’

Amir Syarifuddin [8] menyatakan bahwa, fuqaha’ sepakat bila terjadi kebutuhan yang mendesak dalam masyarakat yang wajib dipenuhi secara bersamaan, sedangkan kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi dengan zakat semata, maka wajib mengeluarkan harta (pajak-pen) untuk kepentingan tersebut.

Hal yang demikian selaras dengan firman Allah SWT;


Artinya:

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqarah; 177) [9]

Menurut Al Imam Al Qurtubi [10], ayat ini menunjukkan adanya kewajiban lain disamping zakat. Pendapat ini diperkuat lagi dengan adanya hadits Nabi SAW dari Fatimah yang berbunyi: “Dalam harta seseorang terdapat hak selain zakat” (HR. Daruqutni).

Argumentasi diatas menunjukkan bahwa pajak yang secara makro dan zakat yang secara mikro dalam pribadi muslim merupakan dua kwajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, ibarat keping mata uang, pajak dan zakat bagai dua sisi yang tak bisa dipisahkan.

---------------------------------
Endnote:
  1. Mahasiswa Semester VII Program Studi Al-Ahwal As-Sahshiyyah (Hukum Perdata Islam), Fakultas Syari’ah, INISNU Jepara, Jawa Tengah, Indonesia. Dan Pimpinan Umum LPM Bursa Fakultas Syari’ah INISNU Jepara Periode 2011-2012
  2. Abdul Aziz Dahlan [ed], Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta; PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. IV, Hal. 1364
  3. Ibid, Hal. 1365
  4. Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada wajib pajak, seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan dan lain-lain. Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak, seperti pajak cukai tembakau dan sebagainya.
  5. Selengkapnya baca Op.Cit, Abdul Aziz Dahlan [ed],  Hal. 1365
  6. Ibid, Hal. 1365
  7. Ibid
  8. Amir Syarifuddin adalah Guru Besar Hukum Islam IAIN Imam Bonjol Padang, Sumatera Barat, Indonesia
  9. Alqur’an dan Terjemah
  10. Al Imam Al Qurtubi Seorang Ahli Tafsir, juga salah satu ulama ahli nahwu yang hidup setelah tahun 300 H di Andalusia dan Maghribi. Baca selengkapnya Al Kafiy Fi Ma’rifati Aimmatil Lughati Wan Nahwi Wash Sharfi karya Muhammad Fahruddin, Jepara; t.p., Hal. 78 
---------------------------------
Daftar Pustaka:
  • Alqur’an dan Terjemah.
  • Dahlan, Abdul Aziz [ed], Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta; PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. IV, 2000.
  • Fahruddin, Muhammad, Al Kafiy Fi Ma’rifati Aimmatil Lughati Wan Nahwi Wash Sharfi, Jepara; t.p., t.th.
Baca Selengkapnya - Zakat Dan Pajak, Bagai Dua Sisi Mata Uang

Karya Dalam Hidup

Kata Bijak,
 
"Keharusan Bagiku, Hidup Berkarya atau Mati Sia-Sia"


Rasionalisasi-nya:

Karya adalah suatu imaginering dari apa yang ada dalam relung angan kita, kemauan keras kita yang kemudian tuangkan dalam sketsa realita kita. Bagi saya, kehidupan sangat-lah singkat, ketika kita tidak menghiasinya dengan karya-karya dari gagasan cerdas kita, maka seluruh kehidupan ini akan sia-sia belaka, lalu seolah-olah menjadi bangkai yang berjalan. maka berkarya-lah kawan selagi nafas ini ada.....pasti ada jalan menjemput niat baik kita."

Oleh Makmun Aryadi
Baca Selengkapnya - Karya Dalam Hidup

Kadar Berpikir

Kata Bijak,
 
"Setiap Individu Mempunyai Kadar Olah Pikir Yang Berbeda-Beda, Sedalam Apapun Analisanya Pastinya Terdapat Titik Kesalahan Menyertainya. Maka Dewasa-lah."


Rasionalisasi-nya:

"Sebagai manusia, kita diberi akal dan pikiran yang tidak jauh berbeda dengan manusia yang lainnya. Akan tetapi ketajaman analisa dan mengamati sesuatu oleh setiap individu berbeda-beda tergantung sejauhmana dia menikmati kehidupan ini. Apalagi jelas-jelas dalam agama tersirat bahwa manusia adalah tempat-nya salah dan dosa, maka dari itu dewasa-lah dalam menilai seseorang, baik dari ucapan, perbuatan dan prinsipnya, karena kualitas dan kapasitas tidak hanya cukup dilihat dari penampilan luar-nya saja."

Oleh Makmun Aryadi
Baca Selengkapnya - Kadar Berpikir

Pertanyaan Manusia

Tiga Hal Pertanyaan Manusia
Oleh: Makmun Aryadi

Sebuah judul artikel yang menggambarkan suasana menjenuhkan karena harus dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan tanpa kejelasan prolog yang mendasarinya. Kegelisahan yang seringkali dialami manusia bukanlah suatu hal yang wajar, akan tetapi suatu hal yang tidak pernah disadari oleh manusia ini sendiri.

Ary Ginanjar Agustian[1] dalam kesempatan menyampaikan paparan materinya mengatakan bahwa “Otak besar manusia menyimpan tiga pertanyaan besar, yang dimana, ketika pertanyaan ini tidak terjawab, maka manusia akan mengalami stress yang luar biasa dan berkepanjangan. Ketiga pertanyaan itu kalau diurai satu persatu adalah Siapa Aku?, Dimana Aku? Dan Akan Kemana Aku?”.

Tiga pertanyaan itulah yang mendasari kegelisahan dalam perjalanan hidup setiap insan. Yang pertama (Siapa Aku?), sebagai example, Pencarian jatidiri menjadi salah satu tendensi kenapa manusia itu harus bersosial?. Manusia akan kehilangan arah bahkan tujuan hidupnya dikarenakan belum menemukan jatidirinya.
 
Kedua, jawaban atas Dimana Aku? menunjukkan bahwasannya hal ini sarat akan kemajemukkan sosial, tensi psikologi dan perasaan yang bercampur mengupayakan pembentukkan karakter setiap individu. Dimana dia tinggal, disitulah dia membentuk karakter, pencitraan diri bahkan sampai pada kapasitas diri.

Ketiga,  komentar mengenai Akan Kemana Aku?. Ada sebuah anekdot yang sering diperbincangkan oleh orang-orang barat[2], suatu ketika Robert Aisten bertanya kepada tuhan. Aisten bertanya; “Kenapa Kau ciptakan alam?”, tuhan menjawab “karena Aku ingin memperlihatkan betapa dashyatnya ilmu pengetahuan”. Lalu Aisten bertanya lagi; “Dan mengapa Engkau ciptakan alam?”, dan tuhan menjawab lagi; “Karena Aku ingin memperlihatkan betapa indahnya berinteraksi denganku”.

Dalam anekdot di atas mengandung makna; bahwa pertanyaan pertama memberi pengertian tentang ilmu pengetahuan dan dunia intelektual yang lainnya. Sedang pertanyaan yang kedua memberi pengertian tentang spiritual manusia yang harus dipenuhi juga. Kedua sisi tersebut memanglah harus dipenuhi secara seimbang oleh setiap manusia, karena jikalau tidak seimbang maka manusia tersebut akan menjadi labil dalam setiap aktifitasnya, baik cara berpikir maupun bertingkah-laku.[a]

-----------------------
[1] Seorang Corporate Consultant Culture, dalam Leaders With Characters, (Agustus 2012) salah satu acara di Televisi Swasta Nasional.
[2] Ibid.
Baca Selengkapnya - Pertanyaan Manusia

Sabtu, 01 September 2012

Citra Pimpinan Bangsa Ing Dalem Pustaka Jawa

Oleh: Makmun Aryadi*

Bangsa Indonesia lagi ngongsa-ngongsane luru pimimpinan ingkang bijak, ngabekti kaliyan rakyat lan ngerakyat. Gagragan kepemimpinan bangsa ingkang dipun arep-arep dining rakyat wonten ing serat-seratan kuno khususipun pustaka Jawa. Gagragan kepemimpinan bangsa karangkum ing dalem jinise carita, kayata Ramayana, Babad Baratayuda, Babad Majapahit, Pararaton, lan serat-serat piwulang (Wulang Reh, Wulangpraja, Ajipamasa, Panitisastra, Slokantara) lan lintu-lintunipun. menyajikan berbagai konsep citra pemimpin bangsa. Ramayana, menggelar ajaran Astabrata, Babad Bharata nudhuhaken pelakon pimpinan ingkang luhur, Parikesit putra Abimanyu, asuhan ki lurah Semar, dewa ingkang ngejawantah lan ngerakyat. Babad Majapahit lan Pararaton menehi pituladan kepemimpinan raja-raja Singasari lan Majapahit, ing dalem asuhane Nayagenggong lan Sabdapalon, uga binantune Patih Gajah Mada wonten ing nyatuake Nusantara, kaliyan Sumpah Palapa.

Ramayana anggelar peperangan antarane Prabu Rama kaliyan Rahwana Buta. Ing dalem pungkasane carita dipun jlentrehake gagragan kepemimpinan, wonten ing dalem wasiate Rama maring  Gunawan Wibisana, calon raja Langka, ba’da kapundute Rahwana. Wibisana pedot gegayutan ningali kaluargi agunge pating kesungkur mati wonten ing peperangan. Piyambake dhewekan ora ana kanca. Ningali pelakon kados mekaten, Rama menehi wejangan Astabrata, sekapur darmaning ratu gung binathara, kanggo anjegherake semangate. Asta artine “wolu”, brata artine “tapa utawa kewajiban”. Astabrata dipun maknani “kewajiban piyantun pimimpinan ingkang bijak ing dalem ngadhepi rakyat ingkng akeh adate. Ing dalem irah-irahan liya, Rama menehi wejangan kangge Bharata, ingkang dipun wastani Sastracetha. Wonten ing dalem Babad Bharatayudha Kresna menehi wejangan awujud Bhagawatgita kangge Arjuna, kanggo anjegherake semangate arikalane piyambake pedhot gegayutan kangge nglampahake kewajiban dados satriya, ingkang kedah mbela kebechikan. Panitisastra lan Slokantara nglambangake sesangkutan antaranipun pimimpinan lan rakyat paribasan singa lan rimba utawa iwak lan banyu sarta karo-karone dipun pisahake, ora pantes thakur-thakuran lan sami mbetahake.

Astabrata cocok diagem kangge dasare ngabektine pimimpinan bangsa. Tiyang Jawa anduweni anggepan bilih ratu (pimimpinan) punika titisan Wisnu. Piyambake ngayomi sedaya golongan tanpa mblijeti wulu, sedaya dipun rumati padha. Ing dalem piyambakipun pimimpinan  dipun rasuki dening 8 dewa; Betara Indra, Yama, Surya, Candra, Anila, Kuwera, Bharuna, lan Agni, piyambake njelma dados Ratu Gung Binathara Trah Andana Warih, Trahing Kusuma Rembesing Madu, piyantune anduweni kawibawan. Maksute sawijining pimimpinan kedhah nuruti:
  1. Ambeging lintang, bilih piyantune pimimpinan kedhah takwa dumateng Gusti kang maha siji, lan dados pituladan kangge kawulane, anduweni cita-cita luhur, kaliyan semboyan mamayu hayuning bawana, demi kesejahteraane dunya.
  2. Ambeging surya, bilih piyantune pimimpinan kedhah nuruti watek dewa matahari. piyantune dhawa ususe lan setya, panas ingkang ngayuwara ingdalem mangsa nthang-nthang, bisa menehi pikuatan dumateng sedaya makhluk. piyantune agawe adil, anduweni kawibawan, ngerakyat, tanpa pengarep-arep, setya maring negara lan bangsa sakdhawaning mangsa.
  3. Ambeging rembulan, bilih piyantune pimimpinan kedhah anduweni watek kados dewa rembulan. Piyambake menehi pepadhang wonten ing pepetengan. Pimimpinan kedah bisa mujudake suwanten ingkang ayem lan santosa,maringi tuminah arikalane para kawula anduweni perkawis. peraupane ingkang alus bisa menehi keayeman lan kasentosan tumrape kawula ingkang lagi karundung durja.
  4. Ambeging angin, pemimpin kedah maringi kaademan kangge umatipun. Lerkadyo lakune angin ingkang adem. Pemimpin kedah sanggup maringi wejangan tumatrap kalayan pinten-pinten masalah.
  5. Ambeging mendung. Mego ingkang tumerap ing awang-awang kados ngajrehi. Balek mego ugi maringi kasumringahan kagem makhluk. Mendung tansah maringi jawoh. Pemimpin kedah gadahi kawibawan balek mboten medeni, sahingga cukul laku ajrih asih, lan andum rizqi kalayan masyarakat.
  6. Ambeging geni, geni nggadahi watak panas. Pemimpin kedah njumenengaken keadilan, digayutaken kalayan kealanan.sinten mawon tiyange ingkang nglanggar kalayan peraturan ingkang sampun tumerap mongko kedah dipun hukum.
  7. Ambeging banyu, banyu ugi dipun lumprahaken kalayan segoro. Salah satunggale pemimpin kedah nggadaihi watak samudera artinipun mboten wonten sanes inggih puniko sabar, pinter, saget mecahaken pinten-pinten perkawis bangsa, tanggap, gampil aweh ngapuro, lan nentremake jiwo rakyat.
  8. Ambeging bumi. Bumi pertiwi niku tansah sabar, adil, pemurah lan pengasih. Bumi maringi pinten-pinten anugerah kalayan umat, ingkang rupinipuna kados cecukulan lan hayawan kangge kasejahteraan umat menungso. Keranten puniko umat manungso saget ngraosaken kasejahteraan.
Astabrata sifatipun umum, biso dipun terapaken ten pundi mawon. Bileh dipun jumenengaken mongko ndonyo puniko saget aman lan ugi dame. Sanggup nopo mboten poro pemimpin jalanaken perkawis ingkang kados puniko, demi ndadosaken tata titi tentrem kerta raharja, lan mamayu hayuning bawana (menjaga ketertiban dunia) sanes guneman mawon.

Dharma Piyantune Pimpinan

Serat Pamarayoga, karya R. Ng, Ranggawarsita maringi pitedah ratu, nyepeng pemerintahan kanti utusan Hyang Agung. Puniko dipun lindungi kalayan tri loka buwana, pinandhita, bathara lan satriya. Pemimpin kedah nggadai wawasan ingkang jembar, anggadai ilmu kanuragan, kadigdayan lan kawicaksanan. Labetipun poro pemimpin puniko dharma (kewajiban) ingkang abot sanget, puniko kabagi dados 8 hal, antawisipun: (1) Hanguripi, pemimpin kedah saget maringi perlindungan kalayan rakyat, ngormati lan jogo katentreman, ingkang nyocoki kalayan undang-undang, sehinggo cukul roso percoyo kalayan awake, supados saget tercipta kehidupan ingkang layak. (2) Hangrungkebi, pemimpin kedah wantun angorbanaken jiwo, rogo lan bondo kangge kasejahteraan bangsa. Mukti wibawa puniko abdi masyarakat ingkang dados tanggung jawab ingkang kedah dipun cepeng. Ngumpulaken doyo kangge jogo masyarakat kanti sasanti nyuwiji kita kukuh udar kita ambruk. (3) Hangruwat, artosipun mbrantas pinten-pinten masalah ingkang ngaling-ngalingi lampahipun pemerintahan supadoso saget tentrem, sorahipun nyudo kemlaratan, bantu tiyang ingkang sami cacat, maringi pendidikan ketrampilan kalayan pemudo-pemudo, jumenengaken ketakwaan, kanti pengarep amprih ampunan, ngresiaken awak, supados Tuhan maringi gampil ingdalem pundi-pundi perkawis. (4) Hanata, artosipun ’noto’ poro pemimpin kedah mahami falsafah njunjung drajating praja, gegayutan kalayan konsep ’nata lan mbangun praja’, jumenengaken kedisiplinan, kejujuran, lan setia (loyal), demi kesejahteraan rakyat, kanti sasanti ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani, menehaken sorah, nguripaken semangat nyambbutdamel lan berwibawa ing ngajengipun rakyat, puniko nggadai pengaruh dilansir ing ndalem kepemimpinan Pancasila. Rakyat puniko diparingi kasempatan kangge manfaataken alam negara, sami kados amanat UUD 45. (5) Hamengkoni, ’memberi bingkai’, supadoso persatuan lan kesatuan bangsa tetep kajogo. Pemerintah maringi kemerdekaan (kebebasan ingkang dipun watesi), kangge rakyat supadoso berusaha manfaataken nopo ingkang wonten ing negeri, lan jalin kerjasama kalayan negoro sanes tanpo intervensi. (6) Hangayomi, ayom artosipun ’lindung’, ’teduh’. Hangayomi artosipun maringi pengayoman kagem rakyat, supados ngraosaken aman, bebas anggenipun pados nafkah ingdalem kuwoso dzat kang murbeng dumadi. Kangge jagi kawibawan bangsa pemimpin wajib ngayomi rakyat. (7) Hangurubi, ngurepaken semangat nyambodamel kaleh rakyat, kangge kasejahteraan. Rakyat anggadahi kekarepan yen kasejahteraan niku katurutan, nyepeng budi ingkang adil, jujur lan setia mbelo kaleresan. Roso asih lan asuh dipun sarengaken ingdalem srawung kalayan masyarakat supados kawujud kasejahteraan, tetep cekelan kalayan sabda pandhita ratu. Yen pemimpin niku kedah saget netepi nopo ingkang dipun ucapaken. (8) Hamemayu, njagi katenteraman negoro, kanti kaselarasan lan kaharmonisan ingkang dipun landsi kalayan sifat percoyo lan nagdohaken sangking sifat curigo, kangge mbenahi tatanan pemerintahan.

Sri Ajipamasa, arikolo ajeng lereh kaprabon, maringi wejangan kalayan putranipun bileh rojo kedah nyepeng Pancapratama, tegesipun: (1) mulad, pemimpin kedah waspodo waspada lan ati-ati kalayan punggawa (2) amilala, nglindungi lan nglayani, maringi hadiah kalayan punggawa ingkang setia, loyal lan berjasa. (3) amiluta, mendet atinipun punggawa lan rakyat, kanti pengarep saget maringi katenangan jiwa. (4) miladarma, bileh pemimpin puniko kedah bijak, sahinggo mboten wonten ingkang dipun rugiaken, kangge kasejahteraan alam ndonyo, utawi mamayu hayuning bawana, lan (5), parimarma, artosipun welas asih, sabar lan pangapuro.

Ingkang kados ten nginggil puniko menawi dipun lampahaken insya-Allah negoro saget tentrem lan ayem. Kejawi niku dipun tuturaken bileh pemimpin kedah ngamalaken pancaguna, kangge jagi kasejahteraan negoro sak isi nipun, kalayan ilat, ulat, ulah, asih lan asuh. Ilat artosipun jagi pangucap, ulat nuduhaken kengayogya lan merhatosaken budi kaliyan poro punggawa. Ulah puniko tingkah laku ingkang pantes tinulat (diteladiani). Sebab pemimpin puniko dados koco benggolo kangge rakyat ingkang ngarepaken ratu ingkang adil, ingkang kasimpen ing ndalem pudhak sinumpet (kuncup bunga pandan). Asih nggadahi arti “ngremeni”. Pemimpin kedah asih santana, punggawa lan kawula. Menawi asuh, bileh pemimpin puniko kedah ’ngemong’, rakyat puniko kedah dipun layani ingkang sami mban cindhe mban siladan.

Amanah lan Tanggung Jawab

Ing ndalem islam sampun dipun aturaken yen pimpinan puniko kedah amanah, printah ingkang mulia lan kedah dilaksanaaken kanti tanggung jawab. Serat Wulang Reh Pupuh III. 4-8. Karya nipun Sri Pakubuwana IV, dianjuraken bileh pemimpin mboten angsal anggadahi sifat adigang, adigung, adiguna, sapa sira sapa ingsun. Adigang puniko ’kijang’ adigung ’gajah’ lan adiguna ’ula’ katigo nipun penjah sareng ing ndalem peperangan kanti alasan bileh katigo nipun sami-sami gumedhe. Pemimpin ingkang nebihi sifat aji mumpung, mumpung kuwasa, tumindak nistha, kados Ranggawarsita ing ndalem Serat Sabdatama, bait 12 ...., begjane ula dahuru, cangkem silite nyaplok, (13) ndhungkari gunung-gunung, kang geneng- geneng padha jugrug, parandene tan ana kang naggulangi, wedi kelamun sinembur, upase lir wedang umob.

Pimpinan ampun dipun cepengaken kalayan tiyang ingkang mboten purun, kados aji mumpung. Sifat aji mumpung bertentangan kalayan dharma pemimpin. Pemimpin kedah rendah ati, bijak, adil lan nggadahi budi bawa leksana. Puniko dipun tuturaken Ranggawarsita dalam Serat Witaradya, bileh rojo, watak narendra gung binathara, mbaudhendha hanyakrawati, kutipan nipun:

Dene utamaning nata, berbudi bawa laksana, lire ber budi mangkana, lila legawa ing driya, hanggung hanggeganjar saben dina, lire kang bawa laksana, hanetepi ing pangandika.

Pemimpin nyepeng ingkang saestu janji nipun ingkang sampun dipun tuturaken. Janji puniko piutang, ingkang wajib dipun saur. Sabda pandhita ratu salah satunggalipun falsafah Jawa lan konsep pengejawantahan janji puniko piutang, ingkang dipun lampahi kalayan ajining awak soko obahing lathi ajining sarira soko busana, aja waton omong nanging omonga nganggo wawaton, ilat ora ana balunge, esuk dhele sore tempe, mencla-mencle, sanes sikap pemimpin, inggih puniko konsep kedek anggenipun nutur lan katah anggenipun nyambodamel ingkang prayoginipun dipun cepeng ingkang wigati. Poro pemimpin dipun percoyo dining rakyat. Mangsulaken kapercayaan ingkang ical puniko luweh angel sangking mbangunipun.

Filsafat Jawa nuturaken bileh drajat, pangkat lan semat bisa oncat. Puniko dados bahan pertimbangan kagem poro pemimpin. Ing donyo puniko mboten wonten ingkang langgeng. Sedoyo puniko namung sementara mawon, lerkadyo kilat ingkang nyamber kang tanpo wekas. Rikolo njabat poro pemimpin puniko dihormati lan terhormat, pergantosan tumibo, pemimpin dipun hujat lan dicelo, konco utawi punokawan kados mboten tepang. Poro pemimpin dipun supeaken. Ironis. Padahal kito ngertos bileh mboten wonten tiang ingkang sampurno.

Wonten sisi ingkang sae lan sisi ingkang awon. Saksampunipun tibo kesaenan katutupi kalayan kekurangan. Pengalaman Prapanca penggubah Nagarakertagama dipun aturaken ingdalem Nirartaprakerta, mongso pemerintahan Hayam Wuruk njabat dados bhiksu pemuka agama Bhuda lan adyaksa (jaksa) mbuktiaken. Saksampunipun rampung tugas puniko tiyangipun nyepi ing Swecchapura, lembah Sungai Brantas. Tebeh sangking konco sak perjuangan lan sepengabdian. Konso puniko sami ngadoh. Nyepi puniko dipun manfaataken kangge ngrubah Nirartaprakerta, kagem kompensasi. Kompensasi puniko sae, sebab tiyangipun mboten putus asa, mboten larut ing ndalem kasuwijenan. Nir artha ’miskin tak berharta’ ajining rogo tansah ical sesarengan kaliyan paripurno jabatan ingkang dipun asto. Anging tetapi tiyang puniko nggadahi iman ingkang kuat. Tiyangipun nyedak marang dzat kang mubeng dumadi. Tiyangipun sadar bileh tiyangipun bade wangsunl ing ngarsanipun Pangeran. Bileh kaabadian lan kelanggengan puniko gadahanipun Gusti, ingkang nggadahi alam semesta, penentu sedanten.

Dharma pemimpin ingkang bijak kados ingkang dipun jlentrekaken ing astabrata, Ramayana lan citra pemimpin bangsa ing ndalem Serat Pamarayoga, sayogyanipun didadosaken cekelan, kangge mencapai kasejahteraan rakyat. Puniko saget nopang kepemimpinan bongso ingkang multikultural. Pemimpin bangsa ingkang bijak dibutuhaken kangge nguataken persatuan lan kesatuan bangsa ingkang dipun dukung kalayan UUD 45, sumber sedanten hukum ing Indonesia, sasanti Bhinneka Tunggal Ika ing ndalem cengkeraman burung garuda putra bhagawan Kasyapa ing ndalem kitab Adiparwa. Garuda dados wahana dewa Wisnu, dewa pengayom alam semesta ingkang njelmo ing ndalem rogo pemimpin bangsa.

Dipun sarengi kalayan dasar negara Pancasila, ing ndalem kekuasaan pataka sang saka merah putih, puniko lambang kauripan jelmaan lingga lan yoni ing Nusantara ingkang mahardika, dirajut ing ndalem Sutasoma. Tan Tular maringi wejangan kalayan bongso pancasila gĕgĕn den teki haywa lupa, bileh ’pancasila kedah dipun cepeng ingkang saestu, ampun ditilar’. Pancasila, Bhinneka tunggal ika lan mahardika, pataka sang saka pangringset NKRI ing ndalem manikam khatulistiwa.

Pemimpin bangsa sampun dipun pileh, sangking pileg lan pilpres. Sinten mawon inggih puniko pilihan bangsa. Panggenan nggantungaken kekarepan lan masa depan ingkang luweh sae ing bumi kang gemah ripah loh jinawi, subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinumbas, tata titi tentrem kerta raharja, artosipun murah sandang pangan seger kuwarasan, mboten slogan mawon. Mutiara kata puniko kedah dipun lestariaken deneng tiyang ingkang nyepeng amanat, kangge perwujudan negeri Amarta ingkang dipun dendangkan ki dalang ing ndalem pawayang. Mboten sakdermo impen, kanti manfaataken potensi alam anugerah Dzat kang murbeng dumadi. ingkang mbentang sak tebehipun khatulistiwa, ing ndalem rupo utawi wujut hutan utawi alas, gunung, segoro lan kali, simpenang ingkang mboten saget dipun etang-etang. Sedanten dipun manfaataken kangge kasejahteraan rakyat. Rakyat puniko kedah saiyeg saekapraya mbangun bangsa. Eksekutif, legislatif dan yudikatif nggadahi tugas mbangun negara dan bangsa. Pemimpin nggadahi tanggung jawab ingkang abot sanget. Kasejahteraan rakyat mboten saget dipun wakilaken, ananging dipun nyataaken. Yen wakil rakyat puniko sejahtera mboten berarti rakyat ugi ngraosaken.

Ekonomi kerakyatan mboten namung janji. Rakyat cilek mboten nuntut ingkang katah. Kabutuhannipun ugi sederhana. Ingging puniko sandang pangan kacukupi, kesehatan kajogo, lan nyekolahaken anak kangge masa depan calon pemimpin bangsa. Kebutuhan punikolah ingkang kedah dipun perhatosaken dening pemerintah. Salah satunggalipun solusi inggih puniko kalayan nyiptaaken lapangan kerjo. Supados gepeng, pengamen, pengasong ing radosan mboten ganggu kaamanan lan kenyamanan. Ungkapan udan emas ing negeri orang luweh sae udan watu ing negeri nipun piyambak mpun ical. suket tonggo katok luweh ijo. Rakyat sami berbondong-bondong ing negeri sanes kangge ngudi naseb. Ingkang untung pikantuk arto sanes ingkang mboten untung wonteng ingkang wangsul kantun asmanipun mawon, dados jenazah, amergo pikantuk siksaan sangking majikanipun. Nopo cekap tiyang kala wau nyepeng jejulug pahlawan devisa?.

Ing ndalem Nagarakeŗtagama dipun jlentreaken bileh Hayam Wuruk, saben tahun anjangsana ningali kanti langsung suasana pedesaan membaur kembul bujana lan komunikasi kalayan rakyat, sesarengan kalayan mbagi sedekah. Dados raja tiyangipun sanget cedak kalayan rakyat lan merakyat. Mboten wonten jarak utawi skat kalayan rojo lan rakyat. Rakyat ngraosaken dipun perhatikan. Rakyat nyembahaken pinten-pinten hasil bumi, kangge roso hormat lan ungkapan rasa sembah sinuwun lan ajrih asih. Kanti mekaten rasa asih lan asuh kacipto antaranipun pemimpin kalayan ingkang dipun pimpin. lerkadyo ikan lan air, singa lan hutan, utawi tegal lan rumput, manunggal ingkang saling mbetahaken kados ingkang dipun tuturaken ing ndalem Serat Panittisastra.

Masyarakat Jawi percados bileh wahyu kaprabon, ing ndalem rogo pemimpin teseh wonten. Asal pemimpin taseh sanggup maringi pangayoman. Pemimpin kedah waspada. Sebab antaranipun punggawa wonten ingkang mbalela, sengaja khianat demi jabatan ingkang dipun karepaken. Kangge masyarakat konsep ratu adil, wahyu lan pulung puniko trilogi ing ndalem demokrasi. Kangge pikantuk pulung atau wahyu, mbetahaken laku, kanti mesu budi utawi mesu brata, nyuwun kalayan Hyang Agung kanti lantaran siam utawi topo. Wahyu puniko jelmaan suworo Gusti ing ndalem suworo umat menungso ingkang dipun percoyo sanggup nampi. Benten trilogi ingkang dipun anut kraton Mangkunagaran, melu handarbeni, wajib hangrukebi, mulat sarira munggengwani. Bileh pemimpin kedah ngraos nduweni, mbela kaleresan lan ngati-ngati awak ipun. Purun ngakui keluputan pribadi tanpo nyalahaken tiyang sanes.[S]

*Makmun Aryadi
Mahasiswa Fakultas Syari’ah
Semester VII INISNU Jepara
Baca Selengkapnya - Citra Pimpinan Bangsa Ing Dalem Pustaka Jawa

Oemar Bakrie

Kegigihanmu mentransfer aji
Membuat kami semakin mengerti
Apa arti hidup yang sejenak ini
Karna engkau Dosenku malang,

Simpulan-simpulan memahamkan
Stigma-stigma padat meluruskan
Warna pendapat kau cairkan
Karena engkau Dosenku malang

Regulasi tak berpihak menyekat
Teknis-teknis ilusi menerkam
Buat kau tunduk pada hal yang kau benci
Karena kau Dosenku malang

Tunjukkan Oemar Bakriemu
Tunjukkan Sudiro Husodomu
Kalau perlu, datangkan Bung Karnamu
Agar mereka tau, engkau tak seperti itu.



Karya Makmun Aryadi
Baca Selengkapnya - Oemar Bakrie

Limited Edition

Kau datang padaku
Dengan sejuta gaya dan rayu,
Tapi ma’af, cintaku bukan untukmu

Kau mendekat, terang bagai lilin
Bersolek dengan tampilan maskulin
Tapi ma’af, hatiku limited edition

Kau terbang dengan panah asmara
Membombadir dengan sejuta rasa
Tapi ma’af, itu sudah hal biasa

Kau pikat aku dengan pelet
Kau kebumikan aku sampai lengket
Tapi, tetap ma’af , low gue PREET…


Karya : Makmun Aryadi
Baca Selengkapnya - Limited Edition

Nekat Sebongkah

Ku teringat semua lakuku
Perjalanan panjang melahap asaku
Terus tertatih, mencari setitik ilmu
Ilmu kebajikan tanpa tabu

Mula,,
Tanpa harap, aku berjalan
Terjang kegetiran, dan kepiluan
Kejamnya hidup membuat alasan
Tak bisa kutolak, tak bisa kutelan

Lalu,,
Sebersit ego buatku melangkah
Meraba diri, ini cita mampukah?
Tanpa formalitas, bisakah?
Hanya modal nekat sebongkah

Syukurku,,
Kini pikiran semakin kukuh
Semangatku kian angkuh
Melawan terpaan coba dan riuh
Tanpa peduli, disini niatku telah utuh..


Karya : Makmun Aryadi
Baca Selengkapnya - Nekat Sebongkah

Sekarat

Dalam sudut retinaku,
Kulihat kenyataan hal semu,
Menguai bersama angin lalu,
Dalam sekejap menjadi tabu..
Artikulasi kebijakan atas dasar saku
Menimbun mulia yang tiada kelu,

Wahai kau diktator,,,,,
Jangan kau buat sutra putihmu kotor
Dengan pikiran yang harus didonor

Wahai penghisap keringat rakyat,,
Benturkan kepalamu dengan rintihan rakyat,

Agar nalurimu tidak sekarat
Agar hatimu menjadi berat
Agar pikiranmu tidak tersekat
Melihat rakyat yang melarat.

Karya Makmun Aryadi
Baca Selengkapnya - Sekarat

Tanpa Cinta

Kini…..
Suasana SMA tinggal kenangan
Perihal yang dulu  pernah kita rasakan
Begitu indah kini tinggal sapaan
Keusilan, canda tawa dan gengsi tinggal jadi buaian
Cinta monyet juga tinggal di angan….

Sekarang….
Hidupku, kucurahkan
Waktuku kupasungkan
Demi ilmu, bekal masa depan
Akademik menuntun karakter pilihan

Transisi….
Perubahan terjadi begitu cepat
Waktuku begitu mengkilat
Seakan duniaku melambat
Arus global memaksa keyakinanku untuk kuat

Kurajut secerca asaku
Kupunguti impian-impianku
Kucurahkan kegelisahanku
Kutuangkan dalam torehan penaku…

Walau tanpa cinta
Walau tanpa harta
Walau tanpa kemuliaan rupa
Kutundukkan mukaku
Tuk coba meraih harapan
Orang-orang yang selalu mendukungku


Karya : Makmun Aryadi
Baca Selengkapnya - Tanpa Cinta